Pendidikan IPS pada hakekatnya berfungsi untuk membantu perkembangan
peserta didik memiliki konsep diri yang baik, membantu pengenalan dan apresiasi
tentang masyarakat global dan komposisi budaya, sosialisasi proses sosial, ekonomi,
politik, membantu siswa untuk mengetahui waktu lampau dan sekarang sebagai dasar
untuk mengambil keputusan, mengembangkan kemampuan untuk memecahkan
masalah dan keterampilan menilai, membantu perkembangan peserta didik untuk
berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat (Skeel, 1995:11). Banks dan
Clegg (1985) mengemukakan bahwa pendidikan IPS berupaya membentuk peserta
didik menjadi warga negara yang baik, mampu berperilaku sesuai dengan nilai dan
norma yang ada dalam masyarakatnya. Lebih lanjut Banks dan Clegg (1985)
menyatakan bahwa keterampilan mengambil keputusan merupakan tujuan dari
pendidikan IPS. Salah satu komponen esensial dari faktor pengambilan keputusan
adalah pengetahuan yang meliputi pengetahuan yang ilmiah, tingkat tinggi dan
interdisipliner. Oleh karena itu, “cara pengemasan” pengalaman belajar yang
dirancang untuk para peserta didik yang belajar IPS akan sangat berpengaruh terhadap
kebermaknaan pengalaman tersebut bagi mereka. Menurut Raka Joni (1996)
pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual baik intra
maupun antar bidang studi akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran
yang efektif. Untuk itulah diperlukan pembelajaran IPS terpadu. Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner.
Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik
(Depdikbud, 1996:3).
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperolah pengalaman
langsung, sehingga peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
konsep yang dipelajarinya. Pembelajaran terpadu ini dikembangkan dengan landasan
pemikiran Progresivisme, Konstruktivisme, Developmentaly Appropriate Practice
(DAP), Landasan Normatif dan Landasan Praktis (Depdikbud, 1996:5). Aliran
progresivisme mengemukakan bahwa pembelajaran seharusnya berlangsung secara
alami, tidak artifisial. Pendidikan progresif menekankan kepada “learning by doing”,
belajar aktif, belajar secara mandiri dan kelompok serta problem solving (Tilaar,
2005:314). Sedangkan konstruktivisme menekankan kepada pengetahuan yang
dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar
bermakna (Supriatna, 2007: 34). Belajar bermakna tidak akan terwujud dengan hanya
mendengarkan ceramah atau membaca buku saja tetapi mengalami sendiri merupakan
kunci untuk kebermaknaan. Lebih lanjut dalam Development Appropriate Practice
(DAP) dinyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia
dan individu yang meliputi perkembangan kognisi, emosi, minat dan bakat siswa
(Trianto, 2007:21). Selain itu, pembelajaran terpadu juga dilandasi oleh landasan
normatif dan landasan praktis. Landasan normatif menghendaki bahwa pembelajaran
terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh
tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan praktis mengharapkan bahwa
pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis
yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang optimal.
Paparan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran IPS terpadu merupakan
suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi IPS
(Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, dan Geografi) untuk memberikan pengalaman bermakna
kepada peserta didik melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang mereka pahami. Dengan berperan secara aktif di dalam eksplorasi
tersebut, peserta didik akan mempelajari materi pelajaran dan proses belajar beberapa
bidang studi secara bersamaan, sehingga terhubungan antar bidang studi IPS dapat
dipahami secara lebih baik oleh peserta didik.
Implementasi pembelajaran IPS terpadu di sekolah bukan hanya ditentukan
oleh keberhasilan dalam mengembangkan strategi pelaksanaan pembelajaran saja,
tetapi aspek penilaian juga merupakan komponen penting dalam sebuah pembelajaran
terpadu. Dalam Panduan Lengkap KTSP (2007:349) dikemukakan bahwa objek dalam
penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian
kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Oleh karena itu
penilaian yang diperlukan adalah penilaian yang mampu mengungkapkan aspek-aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai dari suatu kegiatan tertentu seperti yang
diharapkan oleh kurikulum tersebut. Untuk itu diperlukan alat penilaian yang sesuai
dengan tuntutan tersebut.
Asesmen kinerja merupakan penilaian yang berkembang melalui berbagai
pendekatan, salah satunya adalah pendekatan experiential learning yang merupakan
landasan yang kuat bagi pertumbuhan dan perubahan pribadi peserta didik, yang
ditandai dengan adanya keterlibatan pribadi, insiatif diri, evaluasi diri dan dampak
langsung yang terjadi pada diri peserta didik dalam proses belajar. Untuk itu tugas
pokok guru hanya sebagai fasilitator yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang
baik, membantu peserta didik merumuskan tujuan belajar, menyediakan sumber
belajar, tempat berbagi pemikiran dengan peserta didik. Oleh karena itu, melalui
pendekatan ini, proses belajar mengajar, termasuk pelaksanaan asesmen kinerja
dilakukan bersama-sama antara guru dengan peserta didik.
Untuk itu keterlaksanaan asesmen kinerja sangat ditentukan oleh tingkat
keaktifan dan kekreatifan guru dan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran
IPS. Semakin tinggi tingkat keaktifan dan kekreatifan peserta didik dan guru semakin
tinggi pula tingkat keefektifan pelaksanaan asesmen kinerja dan semakin rendah tingkat
keaktifan dan kreativitas peserta didik dan guru maka semakin rendah pula tingkat
keefektifan asesmen kinerja bahkan mungkin tidak dapat berjalan dengan baik, asesmen
kinerja menjadi kumpulan tugas yang tidak bermakna bagi peserta didik dan guru. Oleh
karena itu, , guru harus mampu merancang dan melaksanakan suatu program
pengajaran dan penilaian (asesmen kinerja) yang mampu membuat siswa aktif dan
kreatif. Untuk itu program pengajarannya harus bersifat terpadu.
Tema pembelajaran terpadu harus bersifat problematik sehingga terbuka
kesempatan yang luas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang beragam.
Sebagai konsekuensinya, tujuan belajar yang ingin dicapai lebih bersifat komprehensif,
jauh lebih luas bila dibandingkan dengan tujuan konvensional yang membatasi diri
pada kemampuan “menyebut ini …” atau “menyebut itu …” (Hadiwinarto, 1996:2).
Pada pendekatan terpadu, program pembelajaran sebaiknya dirancang secara team
teaching antar guru IPS dibandingkan dengan guru tunggal. Program tersebut disusun
dari berbagai disiplin ilmu. Pengembangan pembelajaran terpadu dapat mengambil
suatu topik dari suatu bidang studi IPS tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas,
diperluas dan diperdalam dengan antar bidang studi lainnya. Topik atau tema yang
dikembangkan dari mulai isu, peristiwa dan permasalahan-permasalahan yang
berkembang di masyarakat. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan
dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya: banjir, pemukiman
kumuh, narkoba, pergaulan bebas, korupsi, potensi pariwisata, wisata kuliner, IPTEK,
mobilitas sosial, modernisasi, revolusi, berbagai macam konflik baik politik, sosial,
maupun agama yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial. Berdasarkan pada
tema atau topik tersebut, para guru IPS dapat menyusun kinerja yang sesuai dengan
temanya.
Paparan di atas, menunjukkan bahwa asesmen kinerja merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, oleh karena itu, agar asesmen kinerja dapat
tercapai dengan baik diperlukan perubahan pandangan dari guru IPS terhadap proses
pembelajaran, yakni:
(1) guru tidak lagi memandang dirinya sebagai pusat belajar,
sedangkan peserta didik dipandang sebagai unsur yang harus menerima apa yang
disampaikan oleh guru;
(2) materi pelajaran yang terdapat dalam dokumen kurikulum
tidak harus disampaikan dalam kegiatan tatap muka di kelas, tetapi dapat disampaikan
melalui tugas, proyek atau simulasi dan lain-lain;
(3) guru harus memulai
mengorganisasikan bahan pelajaran secara terpadu, yaitu pengorganisasian melalui
penggabungan materi pelajaran antar bidang studi IPS yang memiliki tema yang sama.
Hal ini sangat memerlukan kemampuan para guru IPS dalam melihat esensi yang
relevan dari setiap materi pelajaran yang akan dikembangkan. Dengan cara seperti ini
maka guru tidak akan selalu mengeluhkan soal kekurangan waktu pembelajaran IPS,
yang makin hari makin dikurangi jam pelajarannya;
(4) menggunakan berbagai
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada aktifiktas siswa dalam PBM,
seperti: inquiry, cooperative learning, contextual learning, sosio drama, bermain peran,
diskusi dan lain sebagainya. Melalui pendekatan itu diharapkan mampu
membangkitkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas peserta didik dalam belajar
IPS.
Home »
Pendidikan
» FUNGSI PENDIDIKAN IPS BAGI PESERTA DIDIK
FUNGSI PENDIDIKAN IPS BAGI PESERTA DIDIK
Written By Alfi Nur'aini on Sabtu, 22 Januari 2011 | 01.10
Label:
Pendidikan
thank's ea.. dh bntu q slesaikn tugas...
BalasHapus